Hikmah dibalik nekad dan tekad
Hikmah dibalik nekad dan tekad
Seorang Ibu rumah tangga yang jika ditilik dari kepribadiannya, tidak
mempunyai pekerjaan sama sekali. Ia hanyalah seorang ibu tamatan SD yang
kemudian tidak melanjutkan pendidikan nya, melainkan nyantri di pondok
pesantren.
Sejak menjadi santri Ia hanya fokus menghafal Qur’an. Sedang ilmu ilmu
agama kajian kitab pun tidak faham. Beliau adalah Azizah. Seorang ibu yang
kesehariannya hanya berpegang teguh dengan hafalan Qur’an.
Beliau berhasil khatam al-Qur’an dalam kurun waktu 1,5 tahun. Hingga saat
masuk usia nya yang sudah dewasa. Beliau menikah dengan seorang santri yang
sangat fasih di bidang kitab nya. Orang Jawa menyebutnya Ngelontok kering
(Sudah di luar kepala).
Santri zaman dahulu yang tidak sama dengan santri zaman sekarang hanya
diajarkan sebatas akhlak, ngaji, dan tentunya ngabdi. Budaya inipun turun
temurun hingga sekarang.
Farhan. Beliau adalah suami dari Azizah. Sayang nya, Farhan juga tidak
paham masalah perekonomian. Setelah menikah beliau hanya mempraktikan apa
yang sudah dilakukan di pesantren.
Isi ceramah, ngaji, dan lain-lain. Begitu juga sang istri Azizah. Setiap
hari hanya muroja’ah dan berpegang teguh pada Qur’an. Sosok kedua pasangan
suami istri ini lebih menonjol di bidang agamanya.
Tidak terlalu paham tentang perekonomian yang seharus nya dicari untuk
menafkahi istri. Berkali kali mencoba untuk belajar usaha dengan modal nekad
selalu gagal dan gagal.
Mulai dari jualan Sabit, Golok, dan alat-alat dapur rumah tangga sampai
jualan wewangian tidak ada yang berhasil. Al-hasil hanyalah menambah bon atau
tidak balik modal.
Tidak berhenti sampai disitu, berbagai tawaran bisnis online hingga metode
penipuan bisnispun sudah dirasakan. Bisnis ternak ayam yang menggiurkan.
Berhasil tertipu sebesar 35 juta. Bisnis investasi berhasil tertipu 5 juta. Dan
banyak lagi hal lainnya.
Kegiatan bisnis yang seharus nya menjadi bahan pelajaran, justru menjadi
malapetaka. Betapa sulit nya menghadapi perekonomian dan bisnis yang dirasakan
Farhan dan Azizah yang hanya tamatan SD serta tidak pernah di beri pendidikan
finansial.
Setelah dikaruniai dua anak. Perempuan dan laki-laki. Keadaan ekonomi
Farhan dan Azizah perlahan makin membaik. Doa-doa tak pernah berhenti di
panjatkan. Usaha tidak pernah berhenti dilakukan.
Dengan keadaan seadanya. Sang ibu hanya bermodal motivasi untuk
anak-anaknya. Terkadang setiap jam 9 malam. Farhan mendongeng tentang harimau.
Apalagi ketika lampu padam. Anak-anak sangat serius dan penasaran mendengar
cerita ayah nya.
Tidak seperti anak-anak pada umum nya. Yang selalu dibelikan mainan. Ia
hanya diberikan cerita-cerita harian setiap menjelang tidur.
Syukur alhamdulillah, anak-anak nya ketika duduk di bangku SD. Selalu
mendapatkan rangking satu. Sehingga biaya pendidikan digratiskan. Rezeki Allah
atas segala doa-doa nya.
Semangkuk mie ayam. Itulah hadiah yang biasa diberikan Farhan kepada
anaknya tiap kali mendapat peringkat satu. Makanan kesukaan anak yang bisa
dibilang tidak terlalu mahal. Hal ini sebagai stimulus agar anak selalu
semangat dalam belajar.
Setelah selesai dari SD. Anak-anak sudah mampu merasakan keprihatinan Bapak
dan Ibu. Ayah nya yang hanya tokoh kyai desa. Dan ibu nya hanyalah ibu rumah
tangga berlabel hafidzoh.
Dari kegiatan undangan isi pengajian ataupun simaan itulah bapak ibu
memperoleh rezeki. Sebuah pekerjaan yang tidak sama pada umum nya. Farhan dan
Azizah selalu memberikan pemahaman kepada anaknya agar hidup ini harus dijalani
dengan rasa syukur.
Ia menceritakan tanpa melibatkan bagaimana pedihnya ketika dahulu mencari
pekerjaan yang telah ditipu berkali-kali. Ia hanya memberikan sugesti positif
agar pemikiran anaknya kelak bisa berinovasi kearah yang lebih baik dan yang
dahulu tidak ingin terjadi kepada kedua anaknya.
Sejak tamat SD pula. Anaknya mulai dilepaskan ke lembaga pendidikan
pesantren. Dengan tekad dan nekad, berharap anaknya bisa berpendidikan yang
lebih tinggi tidak seperti ayah dan ibu nya. Harapannya bisa sukses, manfaat,
dan barokah ilmu yang didapatkannya.
Isak tangis ibu yang mengalir deras menunjukkan bahwa tidak gampang untuk
jauh dari anak-anak nya. Seorang ibu khawatir jika nanti anaknya berbuat yang
tidak-tidak dan terpengaruh dengan kerasnya dunia diluar rumah.
Namun Farhan sebagai sang ayah selalu menenangkan Azizah bahwa semua ini
semata-mata hanya untuk menuntut ilmu agar sang anak menjadi yang terbaik.
Sejak itulah anak-anak dilepaskan hingga mahasiswa untuk belajar membenahi
mental. Menghadapi banyak masalah dan selalu bersyukur dengan mengambil hikmah
dari peristiwa yang telah terjadi.
Kadang ketika anak tinggal pegang uang 10 ribu dan jauh dari orang tua
serta kebutuhan mendesak. Mereka selalu berpikir untuk mendahulukan yang primer
dan penting dahulu. Sama seperti apa yang dipraktikkan oleh ayah dan ibu nya.
“Nak, jangan lupa bersyukur. Banyak-banyak berdoa kepada Allah. Dalam
keadaan mendesak, utamakan yang lebih penting dahulu. Selalu yakin, Allah yang
akan mengganti semua yang dibutuhkanmu. Tidak ada yang tidak manfaat. Allah
Maha Adil dan Bijaksana”
Begitulah pesan Azizah sebagai ibu terhadap anaknya. Hingga saat itu,
anaknya mulai berpikir positif dan memahami seluk-beluk kehidupan. Dan benar
saja, tiap kali ada kendala, selalu ada saja ganti nya dari arah yang tidak
disangka-sangka.
Percaya kepada semua ajaran guru itu penting. Namun doa orang tua, jauh
lebih penting. Begitulah motto yang kemudian dijadikkan oleh anak-anak Farhan
dan Azizah sebagai motivasi hidup.
Kalau ragu, stop! Berhentilah, jangan grusa-grusu. Kalau yakin, lakukanlah
dengan tekad, nekad, dan niat yang kuat.
Proses inilah merupakan perantara Allah kepada hambanya bahwa setiap
pelajaran hidup selalu ada hikmahnya.
***
Posting Komentar untuk "Hikmah dibalik nekad dan tekad"