Malas ! Malas kok dibuang
Entahlah satu perbincangan ini sangat menggugah pemikiran saya dan
membuat saya mikir keras juga. Saat saya sedang asyik ngerjain tugas-tugas
kampus yang super dupel itu, tiba-tiba saja ada pemuda sedang asyik ngobrol
dibangku emperan kampus.
“Mbok ya kamu itu jangan malas!. Ada tugas cepet
dikerjain.” Kalau main game terus nanti gimana?!.
Jangan males-males
gitu loh!”. Begitu saya dengar pembicaraan mereka malah belaga serius.
“Males kok dibuang!”. Tipe-tipe manusia inikan memang beda-beda. Ada
yang model nya kecil, besar, kurus. Gaya-gaya lekuk cara jalannya pun ada yang
santai, kemlelet, dan lainnya. Ditilik lagi dari sifatnya ada yang
penyabar, keras kepala, fanatik, dan lain sebagainya. Lah kok bisa-bisa nya
kita dengan enteng bilang jangan malas !. malas itukan hanya manajemen waktu. Males
itu anugerah yang paling nikmat yang diberikan Tuhan. “Waah... payah !” hati
saya bersikeras. Wong tugas kita ini simple kok. Taat, berakhlak,
bersyukur, dan menghormati. Sudah gitu saja kan? Empat itu saja rasanya sudah
berat. Apalagi ditambah dengan lainnya.
Tuhan bisa marah melihat grusa-grusu kita yang hanya sekedar ngomong
“jangan malas!”. Kapan lagi kita bisa merasakan betapa nikmatnya anugerah Tuhan
yang saya yakin nggak ada yang bisa menduplikasi. Pikiranku terhambur hilang. Makalah
yang mestinya harus selesai karena aku nggak “males” sontak berubah jadi
malas!. Ndak usahlah kita ini memaksaan diluar kehendak. Dari titik-titik
sisi kita saja sudah selalu diawasi Tuhan. kalaupun saya bisa mengajukan kepada
malaikat. Nggak lama kemudian saya akan membuat proposal untuk melindungi
hak Nya Tuhan sebagai pemilik makhluk malas ini sebelum saya benar-benar fokus kepada proposal Tesis.
“Mbak, urip iku mung sawang-sinawang”. Ada baik ada buruk. Kamu
bener. Untuk membangkitkan semangat harus berhadapan dengan malas. Tapi kamu nggak bisa melegitimasi kalau
malas harus dibuang. “Wah.. itu menyalahi kodrat Tuhan mbak namanya”. Sebenarnya
saya agak greget juga si dengan satu kata ini tapi sangat memancing perhatian. Mendengar
segelumit perkataan saya mbak nya langsung pergi dengan muka mesem. “Huh!”
Paling-paling dalam benak nya. “Kamu ini tau apa, sok-sok ngerti
malas”. Iya, saya juga pikir begitu. Manusia ndablek seperti saya
ini memang belajar nya cuma lewat gerak-gerik gejala alam dan masyarakat. Kita memahami
kata sukses saja susah nya minta ampun. “Besok kalau sudah sukses jangan
lupa sama Ibu ya le”. “Besok kalau sudah sukses jangan lupa beli mobil dan
bangun rumah di samping lahan ku ya..”.
Keberhasilan yang begitu banyak dialami manusia itu saja tidak bisa
mengupas sejengkal makna kesuksesan. Sukses kui opo ?! Gimana kamu mau
sukses orang kamu suka nya males-malesan. Lagi-lagi hanya menyalahkan dari dua
kata sederhana itu. Kira-kira kalau sukses saya maknai suka berproses kamu
terima nggak ? proses terus. Endingnya kapan?. Mesti kamu nggak
terima kan ?. Hakikatnya sukses ya begitu itu. Menghindari zona nyaman. Zona dimana
kamu harus keluar dari malas.
Saya heran mengapa itu sengaja dibuat-buat apa memang sudah menjadi
darah daging budaya yang kental. Kebanyakan dari kita inikan suka nya sistem templek,
gatuk matuk. Nyaman dan malas itu dua dimensi yang berbeda. Apa yang
sedang kita rasakan hakikatnya sedang bercengkrama dengan makhluk Tuhan.
makhluk halus yang tidak kelihatan sama sekali tapi bisa kamu rasakan setiap
harinya. Tidak seperti pada film-film legenda yang hadir dan laris di dalam hiburan
televisi.
Malas itu ya makhluk Nya. Kita nggak bisa mengusirnya dengan segala
ranah tuntutan secara tertulis. Bisa repot kalau tidak diberi satu kenikmatan
yang luar biasa ini. Tuhan pasti meridhoi. “Kok bisa? Lah ya iya”. Dialah yang
Maha Menciptakan segala sesuatu. Tidak perlu repot kita susah payah membuang
rasa malas. Cukuplah kita jalin silaturrahmi kapanpun kita butuhkan.
Teman yang di justice males itupun diam tak berkata-kata.
***
Posting Komentar untuk "Malas ! Malas kok dibuang"